RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah
ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah
hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang
dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada
beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan
UNCITRAL Model Law on eSignature.
Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian
hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa materi yang diatur, antara lain:
1. Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat
bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);
2. Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU
ITE);
3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification
authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
4. Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 &
Pasal 16 UU ITE);
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah
akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim
Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad
bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya
dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai
naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Manfaat pelaksanaan UU ITE:
1. Transaksi dan sistem elektronik beserta
perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus
memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi
penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. E-tourism mendapat perlindungan hukum.
Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah
layanan menggunakan ICT.
3. Trafik internet Indonesia benar-benar
dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi
akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
4. Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat
waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan
manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari content UU ITE, semua hal
penting sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup
komprehensif mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita
lihat beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang
mana mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik
diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE
berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di
wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
Indonesia; penyelesaian sengketa juga dapat diselesaiakan dengan metode
penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat
berjalan dengan efektif.
Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu
menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam
membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat
Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran
terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini
sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang
lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului
Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat
menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).
Pengaruh UU ITE
Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian
kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia
dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali.
Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding
di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet
dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri.
Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list
kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai kita belum
memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di
negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.
UU
No.19 tentang Hak Cipta (Beserta 1 Contoh Kasus)
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi
tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu
ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk
membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta
memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau
karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi,
drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet,
dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto,
perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi
tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan
intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan
intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya
Contoh
Kasus Pelanggaran HAKI
• Dewasa ini
internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan moderen yang memerlukan
segala sesuatu aktivitas yang serba cepat, efisien. Namun, sisi negatif nya
adalah kehadiran internet bisa pula memudahkan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terutama
masalah Hak Cipta.
Perlindungan Hak Cipta di Jaringan Internet
Biasanya sebuah website terdiri dari informasi, berita,
karya-karya fotografi, karya drama, musikal, sinematografi yang kesemuanya itu
merupakan karya-karya yang dilindungi oleh prinsip-prinsip tradisional Hak
Cipta sebagaimana yang diatur dalam UU NO 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Contoh Pelanggaran Hak Cipta di Internet
- Seseorang dengan tanpa izin membuat situs
penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya, foto dan cover
album dari penyayi-penyayi tersebut. Contoh : Bulan Mei tahun 1997, Group Musik
asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situs internet yang tidak resmi yang
telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan video klipnya. Alasan yang
digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan peluang terjadinya
pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa izin. Kasus lain
terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical Copyright Owners
Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers Association Ltd) telah
menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang dilakukan oleh Mahasiswa di
Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi karena para Mahasiswa dengan
tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang berisikan lagu-lagu Top 40 yang
populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997 :142) dalam Hak Kekayaan
Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
- Seseorang tanpa izin membuat situs di Internet yang
berisikan lagu-lagu milik penyanyi lain yang lagunya belum dipasarkan. Contoh
kasus : Group musik U2 menuntut si pembuat situs internet yang memuat lagu
mereka yang belum dipasarkan (Angela Bowne, 1997 :142) dalam Hak Kekayaan
Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
- Seseorang dengan tanpa izin membuat sebuah situs yang
dapat mengakses secara langsung isi berita dalam situs internet milik orang
lain atau perusahaan lain. Kasus : Shetland Times Ltd Vs Wills (1997) 37 IPR
71, dan Wasington Post Company VS Total News Inc and Others (Murgiana Hag, 2000
: 10-11)dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
• Namun, saat
ini share (Membagi) suatu berita oleh Situs berita sudah merupakan sebuah nilai
yang akan menaikan jumlah kunjungan ke situs berita itu sendiri, yang secara
tidak langsung share(Membagi) berita ini akan menaikan Page Rank situs berita
dan mendatangkan pemasang iklan bagi situs berita itu sendiri. Misalnya
beberapa situs berita terkenal Indonesia menyediakan share beritanya melalui
facebook, twitter, lintasberita.com dan lain-lain.
Maka, share ini secara tidak langsung telah mengijinkan
orang lain untuk berbagi berita melalui media-media tersebut dengan syarat
mencantumkan sumber berita resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta sebuah
berita telah diizinkan oleh pemilik situs berita untuk di share melalui
media-media lain asalkan sumber resmi berita tersebut dicantumkan. Hal ini
sesuai dengan Pasal 14 c UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana :
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta pengambilan
berita aktual (berita yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali
diumumkan) baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga
Penyiaran, dan Surat Kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya
harus disebutkan secara lengkap.
sumber :